√ Guru Wajib Mengakibatkan Sekolah Bagaikan “Magnet” Yang Bisa Mengundang Daya Pikat Penerima Didik

 “Ada sebuah daerah di suatu negeri. Apabila daerah itu baik dan berkualitas, maka baik dan berkualitas pula penduduk negeri itu. Sebaliknya apabila daerah itu buruk dan tidak berkualitas, maka buruk dan tidak berkualitas pula penduduk negeri itu dan negeri itu sedang menunggu kehancuran. Dan daerah itu berjulukan sekolah’’

Perubahan dan perkembangan aspek kehidupan perlu direspon oleh kinerja pendidikan yang profesional dan bermutu tinggi. Mutu pendidikan yang demikian itu sangat diharapkan untuk mendukung terciptanya insan yang cerdas dan berkehidupan yang damai, terbuka, dan berdemokrasi, serta bisa bersaing secara terbuka di kurun global sehingga sanggup meningkatkan kesejahteraan seluruh warga negara Indonesia. Dalam pada itu, kinerja pendidikan menuntut adanya pembenahan dan penyempurnaan terhadap aspek substantif yang mendukungnya, yakni kurikulum.

Sejarah mencatat bahwa negeri kita sudah melaksanakan perubahan kurikulum sebanyak enam kali. Hakikat perubahan kurikulum dimaksud ialah biar sanggup meningkatkan mutu pendidikan. Keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006 menandai babak gres reformasi kurikulum di Indonesia. Hadirnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bahwasanya ingin menjembatani bipolarisasi antara kurikulum kuota nasional dan lokal. Karena itu, Permen hanya mengatur Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) minimal, dan membiarkan Satuan Tingkat Pendidikan memilih sendiri metodologi didaktisnya biar pembelajaran mencapai tujuan.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan model kurikulum yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai penyempurnaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum ini lahir seturut dengan tuntutan perkembangan yang menghendaki desentralisasi, otonomi, fleksibilitas, dan keluwesan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengalaman selama ini dengan sistem pendidikan yang sentralistik telah menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pusat sehingga kemandirian dan kreativitas sekolah tidak tumbuh. Dalam pada itu pendidikan pun cenderung mengabaikan siswa-siswi dari lingkungan sekitarnya. Oleh lantaran itu dibutuhkan pendekatan gres berupa desentralisasi yang ditandai dengan pinjaman kewenangan kepada sekolah untuk mengelolah sekolah. Slamet (2005:3) 

Makin rumit dan kompleksnya dilema yang dihadapi oleh dunia pendidikan, dibutuhkan paradigma pendidikan masa depan yang dinilai lebih bisa menjawab tantangan zaman, yaitu paradigma pendidikan sistemik-organik. Paradigma ini  menekankan bahwa proses pendidikan harus mempunyai ciri-ciri: (1) pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran (learning) daripada mengajar (teaching); (2) pendidikan diorganisir dalam struktur yang fleksibel; (3) pendidikan memperlakukan akseptor didik sebagai individu yang mempunyai abjad khusus dan mandiri; dan (4) pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan (Zamroni, 2000).

Dengan sistem semacam ini, dunia pendidikan kita diharapkan bisa menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan dan fleksibilitas tinggi untuk menyesuaikan dengan tuntutan zaman yang senantiasa berubah dengan cepat. Dalam upaya mengimplementasikan paradigma pendidikan masa depan, guru berperan sebagai pilar utama peningkatan mutu pendidikan. Guru diberi kebebasan dan keleluasaan untuk mengelola proses pembelajaran secara kreatif dan mencerdaskan, sehingga pembelajaran berlangsung efektif, menarik, dan menyenangkan.

Guru tidak hanya dituntut untuk sekedar menuntaskan aktivitas sebagaimana tertera pada aktivitas semester atau aktivitas tahunan, tetapi lebih dari itu, maka kiprah guru sangat penting dalam mengelola proses pembelajaran di kelas. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat ketika ini, tantangan bagi guru justru semakin besar. Perubahan ini tentunya menuntut guru untuk meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi pribadi, kompetensi bidang ilmu dan kompetensi dalam hal penemuan dalam pembelajaran. 

Model pendekatan pembelajaran sampaumur ini mempunyai nuansa demokratis, dimana guru dan siswa saling berguru dan membantu. Siswa dengan bebas boleh mengungkapkan gagasan dan pikirannya tanpa ada rasa takut terhadap guru. Guru pun harus rela dan mau berguru dari siswa, terutama siswa yang mempunyai keunggulan dalam bidang ilmu tertentu. Kemajuan teknologi ketika ini memungkinkan semua isu dengan gampang sanggup diakses oleh sebagian besar siswa-siswa kita. Hanya dengan beberapa langkah mengakses internet, isu dan pengetahuan dari aneka macam belahan dunia akan terbuka lebar. Oleh alasannya ialah itu, kalau guru tidak berupaya untuk meningkatkan kompetensinya, maka bukan mustahil ia akan ketinggalan dengan siswanya.

Dari sisi kompetensi pribadi, guru harus mempunyai kemampuan mengaktulisasikan dirinya sebagai pribadi yang baik, bertanggung jawab, terbuka dan terus mau belajar. Seluruh kiprah pendidikan dan pembelajaran yang menyangkut perkembangan anak didik tidak sanggup dilakukan seenaknya oleh guru, tapi perlu direncanakan dan dilakukan dengan rasa tanggung jawab. Meski kiprah guru berperan sebagai fasilitator, tetapi guru tetap mempunyai tanggung jawab yang penuh terhadap perkembangan anak didik. 

Paradigma pembelajaran gres juga menuntut guru untuk mempunyai kemampuan bidang studi yang memadai. Kemampuan ini memuat pemahaman akan karakteristik dan isi materi ajar, mengusai konsep, mengenal metodologi dan memahami konteks materi yang diajarkan serta kaitannya dengan kebutuhan masyarakat, lingkungan dan dengan ilmu lain. 

Kondisi pembelajaran yang banyak terjadi sampaumur ini ialah guru hanya memperlihatkan ilmu sebagai suatu produk dengan memindahkan teori-teori dari para jago kedalam otak anak didik untuk dihafalkan. Persoalan bagaimana teori itu ditemukan dengan aneka macam pendekatan, metodologinya dan pengujian untuk mengungkap fakta, masih jarang dikemukakan kedalam pikiran anak didik. Akibatnya, anak didik kita tidak pandai untuk menghubungkan teori yang mereka sanggup di kelas dengan realitas yang mereka temukan di lingkungan mereka. Hal ini menjadikan kompetensi yang dimiliki sebagai hasil berguru siswa tidak tercapai. 

Kompetensi bidang ilmu yang baik, memungkinkan guru untuk mengajarkan ilmu sebagai sebuah proses dan bukan sebagai produk. Dengan demikian, semangat untuk terus berguru dan semangat untuk maju mesti terus dikedepankan oleh seorang guru. Kagandrungan seorang guru untuk terus mencari isu lewat aneka macam literatur baik cetak maupun elektronik, interaksi dengan teman se-profesi dan terlibat dalam aneka macam diskusi maupun seminar wacana pendidikan akan menciptakan guru paham akan proses pendidikan.

Upaya guru dalam meningkatkan kompetensinya diharapkan sanggup bermanfaat dalam membuka wawasan dan cakrawala guru, menyebarkan kompetensi yang dimiliki. Dengan demikian guru harus benar-benar menjadi “agen perubahan” dan menjadi sosok profesional yang senantiasa bersikap responsif dan kritis terhadap aneka macam perkembangan dan dinamika peradaban yang terus berkembang. Guru harus selalu menjadikan sekolah bagaikan “magnet” yang bisa mengundang daya pikat bawah umur bangsa untuk berinteraksi, berdialog, dan bercurah pikir dalam suasana lingkungan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.

Belum ada Komentar untuk "√ Guru Wajib Mengakibatkan Sekolah Bagaikan “Magnet” Yang Bisa Mengundang Daya Pikat Penerima Didik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel